Perihal Jodohku Kelak

Assalamualaikum para pembaca setia. Baik yang masih sendiri, sudah bersama si doi, ataupun masih abu-abu kisahnya. Datang lagi, ingin berbagi cerita. Semalam ada obrolan panjang antara aku dan ibu. Bahasannya pun tak main-main, menikah. Ada salah satu keluarga yang menikah, dan itulah yang menggiring pembahasannya ke sana.

Jadi selama ini orang-orang sering sekali berkata "Standar kamu jangan ketinggian makanya susah cari pasangan" atau "Buka diri dong, jangan susah didekati gitu". Fyuuuh (membuang napas panjang). Ah, penonton memang seringkali sok tahu ya pemirsa. Hahaha

Hal pertama yang membuat aku sampai saat ini masih betah sendiri karena aku ingin menghabiskan waktuku dengan diriku sendiri terlebih dahulu sebelum membaginya dengan orang lain. Aku ingin sebuah perkenalan nanti saat aku memang sudah siap ke jenjang yang serius alias menikah. Aku tidak mau berkenalan hanya untuk sekedar tahu, sayang lalu pisah, aku cuma punya hati satu dan ingin kujaga selalu.

So, ini bukan berarti aku menutup kesempatan orang yang ingin mengenalku saat ini ya, tidak. Siapapun kamu boleh mengenalku saat ini, tapi hanya sebatas kenal saja, jangan berharap lebih atau membuatku berharap lebih, itu saja. Karena masih banyak mimpi-mimpi yang ingin kuwujudkan sendiri, juga janji-janji yang mesti kutepati. Aku ingin nanti saat menikah mimpiku sudah berbeda, yaitu mimpi bersama dengannya yang akan diwujudkan bersama juga.

Dan yaaaah, aku belum siap menikah. Mungkin kalian berpikir aku ini terlalu fokus pada studiku atau apa, dan aku adalah perempuan yang dibatasi usia untuk menikah. Namun aku tidak begitu, aku akan menikah jika memang sudah siap. Aku ikut mata kuliah Konseling Keluarga dan Perkawinan, dan menikah itu bukan perkara mudah, hanya kata sah lalu semua akan indah. Tidak semudah itu.

Menikah berarti siap membagi duniamu dan waktumu sampai waktu yang lama, sedangkan aku masih suka tenggelam dengan duniaku sendiri, lupa pada hal lainnya. Dan aku banyak sekali membaca kisah pernikahan tokoh-tokoh islam, mereka menikah punya visi misi jangka panjang sampai akhirat dan untuk umat. Thats why, aku masih merenungkan kalau menikah hanya agar aku terbebas dari kesepian maka selama ini aku tak merasakan kehadiran Tuhan kah?

Dan alasan lain, aku sadar dari perempuan ini penerus nusa, bangsa, dan agama akan lahir. Aku akan jadi madrasah pertama mereka, dan aku tak mau menjadi madrasah yang buruk bagi anak-anakku kelak. Maka aku harus menggali banyak ilmu, memperbaiki akhlak, dan lebih mengenal Allah. Lagi, aku baca kisah-kisah para tokoh islam, para tokoh itu hebat dan dikenang sepanjang masa karena tak pernah lepas dari sosok ibu yang hebat dan istri yang soleha.

Aku juga melihat bagaimana bapak dan ibuku. Bagiku ibu adalah figur kuat dalam membentuk kebaikan diriku, dia adalah perempuan hebat dan memilih pasangan yang hebat pula (bapak), maka setidaknya aku ingin begitu kalau bisa lebih. Tapi, dalam proses ini seringkali hati goyah dan mulai memikirkan banyak hal, apalagi mendapatkan todongan masalah kapan nikah, dan semacamnya. Aku mulai kurang percaya diri, aku sering mengeluh pada ibuku mengatakan "ma mungkin gak ada yang suka sama perempuan kayak aku" dan ibu langsung membacakan ayat-ayat Al-Qur'an tentang jodoh, janji Allah, dan sejenisnya (kalau sudah dibacakan ayat-ayat Al-Qur'an cuma bisa istighfar aja).

Semalam obrolan kami seperti itu, ibu mengatakan tak apa aku mengejar mimpiku dulu, ibu tahu aku bukan orang yang senang dikekang apalagi diikat, aku orang yang bebas dan mandiri dalam menentukan arah hidupku, jadi nanti kalau aku memang sudah siap untuk mau mengikuti omongan orang lain (suami) maka silakan. Ibuku hanya berpesan, kelak menikahlah dengan laki-laki yang datang kepada bapak, memintaku jadi istrinya. Tak perlu memandang rupa juga hartanya, selama iman, ilmu dan akhlaknya baik itu sudah cukup.

Bapak juga berkata hal yang sama, bapak hanya ingin menantu yang beriman, katanya kalau imannya baik dia akan bisa menjadi imam yang baik. Harta bisa dicari nanti, rupa juga tak abadi. Bahkan jika harus memulai semuanya dari nol, tak apa toh dunia bukan tujuan akhir dari pernikahan, tapi membangun rumah di surga. Thats it.

Jadi siapapun kamu, kelak yang akan mendampingiku, semoga langkahmu tak pernah goyah dalam kebaikan, selalu dikuatkan dalam badai kehidupan, dan percayalah segala usahamu teriring doa tulusku. Kamu jangan pernah malu karena tak memiliki wajah rupawan atau tak jadi hartawan, bagaimanapun kamu InsyaAllah aku akan menerimamu, aku percaya Allah akan memberikan yang terbaik untukku yaitu kamu.

Perempuan ini sedang berjuang membahagiakan dirinya, karena kebahagiaan diri adalah tanggung jawab pribadi. Agar kelak aku tak egois hanya mementingkan kebahagiaanku saja saat bersamamu, aku ingin mengutamakan kebahagiaan kita. Perempuan ini sedang menata hatinya agar kelak kau tak berusaha keras menambal lukaku di sana sini, yang perlu kita pikirkan nanti bagaimana caranya agar kita tak saling melukai. Perempuan ini sedang berjuang memantaskan diri untuk jadi sebaik-baik perhiasan untukmu, yang kelak saat kau pulang ke rumah hanya ada senyum merekah di wajahmu.

Aku tahu kau nanti akan datang saat yang tepat, karena kaulah tempat pulang yang paling hebat. Kamu yang tak kutahu bagaimana rupamu, tapi tak pernah luput kusebut dalam setiap doaku. Kamu, yang dari rusukmu aku diciptakan, sehatlah selalu hatimu, pikiranmu, tubuhmu juga imanmu. Ingatlah kamu yang nanti akan memandu perempuan ini. Maka jaga diri baik-baik, jangan jagain jodoh orang lain, wes kamu itu sama aku udah dicatat di Lauhul Mahfudz!

Duhh maaf panjang curhatannya, maklum ya semester akhir kalau gak ditanya kapan wisuda ya kapan nikah gitu.   Padahal baru 21 tahun 1 bulan, baru dewasa awal cin. 😂

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jika Besok Aku Mati~

Mempercayai atau Dipercaya?

Cinta Ala Zulaikha