Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2016

Suatu Sore di Adi Sucipto

Waiting Room JT 0274 Lion Air 17.40 Riuh, gaduh. Rentetan suara, ramai membuat bingar. Aku duduk di salah satu bangku, termenung atas aku yang hanya ada aku. Banyak orang, hilir mudik. Aku diam merenung, tak terusik. Aku melihat semuanya sibuk, sibuk dengan diri mereka sendiri. Sedang aku sibuk menulis sederet kata yang menyiratkan ngeri. Aku ngeri, sendiri, dan sepi. Di tempat seramai ini hanya diriku yang aku tahu, yang lain asing tak bergeming. Lombok, aku sedang berada di ruang tunggu, bukankah kau sedang menunggu? Menunggu aku pulang, merebah resah dan menyusul segala kenang yang tak terulang. Jogja, dengan berat hati kau kutinggal hanya untuk 60 tanggal.

Last Night (Malam Terakhir, bukan tadi malam)

Insom menyerang (lebih tepatnya, sengaja belum mau tidur) efek besok mau mudik. Maklum orang kampung, baru pertama kali merasakan yang namanya mudik. So, terbersitlah ide untuk menulis tentang Jogja. Tempat yang penuh warna, yang mengantarkan saya pada proses dewasa, bertemu dengan banyak wajah baru dan begitu banyak pengalaman yang berharga. Jogja istimewa, ya istimewa, sampai saya jatuh cinta dan tak ingin pisah darinya. 22.47 Malam Terakhir di Jogja Jogja, pada awalnya aku merana, merindukan rumah tempat bercengkrama. Menghitung tiap detik yang berlalu, untuk sebuah pemusnahan rindu. Aku melingkari tanggal, sampai hari apa aku tinggal. Hari berganti, waktu pun siap membawaku pergi. Jogja, kini aku ingin tinggal, jauh lebih lama tak hiraukan lingkar merah pada tanggal. Berharap kenangan yang melekat, bisa selalu kudekap tanpa sekat. Aku takut untuk pulang, aku mulai bimbang. Aku ingin tetap di sini, tapi rumah berkata "cepat, ke sini". Jogja, kau begitu istimewa. Ter

Edisi Berpindah (3)

Huh, baca tulisan yang ini sedikit bangga sama diri sendiri, setidaknya dulu sebelum berpindah ke Jogja, saya pernah mencoba melepaskan perasaan ambigu itu. Er, tidak ambigu, hanya saja saya yang selalu dibuat limbung kenapa ada orang seperti saya yang punya perasaan bertepuk sebelah tangan selama itu. And then, jawabannya adalah bahwa suatu saat akan ada seseorang yang mencintai saya sedalam bahkan lebih dalam dari rasa cinta yang dulu saya perjuangkan. Seseorang yang hanya dengan menatap matanya saya merasa jadi orang paling istimewa dan berharga. Seseorang yang akan menjadikan saya satu-satunya dalam hidupnya, ya bisa jadi the first and the last. Siapa yang tahu kan? Siapa tahu orangnya ada di pulau Jawa, hanya belum dipertemukan atau mungkin sudah bertemu tapi radar Neptunusnya masih belum on. Intinya saat ini berpindah, benar-benar pindah. Memang pindah hati tidak semudah pindah kos, tapi pastinya selalu bisa pindah selama mau dan usaha. Terima kasih kamu yang pernah mengajarkan b

Edisi Berpindah (2)

Yaps, ini edisi nostalgia kedua. Entah waktu itu sangat suka sekali menjadikan dia topik tulisan. Karena memang begitulah saya, lebih jujur melalui tulisan daripada aslinya. Dan karena salah satu sifat inilah yang membuat saya dan dia tidak klop alias bentrok terus. Saya yang tidak suka mejelaskan dan dia yang selalu butuh penjelasan seperti tidak bisa menemukan titik temu. Saya yang berada di antara anak kuper sedang dia deretan sosok populer. Saya dengan predikat memiliki teman terbatas, dia yang punya banyak pemggemar. Seperti Mother Alien dengan Prince Charming yang tidak sefrekuensi.  Selama satu tahun berada jauh dari pulau kenangan itu, akhirnya saya menemukan penjelasan dan jawaban atas semua tanya. Kata orang bijak, jarak dan waktu menentukan seberapa besar cinta. Well, selama di sini sebenarnya belum begitu rela melepas semua, masih ada sesak di dada. Masih suka membahas dia dengan segala ketidakjelasan dan ketidakpastiannya, tapi itu poin penting. Kejelasan dan kepastian aka

Edisi Berpindah (1)

Mungkin tidak  sesuai dengan judul dari postingan ini, edisi berpindah. Tulisan yang saya posting ini sedikit bongkar kuburan lama, yaitu kuburan akan cinta pertama yang menjadi obsesi selama enam tahun. Ya, masa-masa baru mengenal yang namanya persahabatan antara lawan jenis yang katanya tidak akan pernah murni menjadi peersahabatan. Selalu ada campur tangan sesuatu yang disebut cinta. Berawal dari musuhan, kemudian sahbatan dan akhirnya cinta-cintaan. Meskipun pada kenyataannya yang merasakan itu hanyalah saya. Tidak apa-apa setidaknya dalam enam tahun, saya belajar banyak hal. Sekalipun kita berusaha sekuat tenaga, melakukan berbagai cara, dan punya perasaan yang insyaAllah tulus, jika Dia Yang Maha Membolakbalikkan hati tidak mengizinkan maka hatinya tak akan pernah menjadi milik kita. Pukulan telak memang untuk saya, mengahbiskan waktu selama enam tahun memikirkan seseorang yang belum tentu memikirkan saya. Selama satu tahun terakhir, saya pergi dari semua kisah masa lalu, dan ak

Judulnya Homesick!

Gambar
Kalian tahu, ini pertama kalinya dalam hidup saya menjalankan ibadah puasa jauh dari orang tua, keluarga dan jauh dari rumah. Rumah yang selalu menjadi tempat pulang dan peristirahatan paling tepat dan nyaman. Sebagai seorang perantau (ceileh, perantau ilmu maksudnya) rindu untuk kembali ke kampung halaman tentu saja tidak bisa dielakkan, dan bisa disebut saat ini saya menderita homesick akut. Bongkar-bongkar tulisan lama, bertemulah saya dengan tulisan satu tahun lalu tentang orang tua saya. Dulu saya tulis ini karena saya masih labil, belum tahu caranya untuk mengatakan, “Ma, Pa, saya sayang kalian” atau “Ma, Pa, saya butuh kalian dan rindu kalian”. Sekarang? Entah karena faktor geografis yang jauh, saya sadar satu hal, kalimat sayang, butuh dan rindu menjadi sangat istimewa untuk mereka, jadi terima kasih atas kebijaksanaan dan kebaikan yang kalian wariskan Mamiq dan Inaq. Tak sabar melepas rindu dengan kalian, i wanna go home as soon as possible! Sepintas Coretan Teruntuk Malaika

Welcome back, Mother Alien!

Gambar
Assalamualaikum Sahabat... Semoga masih ada yang setia menunggu postingan di blog ini. Ya, meski saya sebenarnya tidak yakin ada yang mau menunggu posting di blog sepi dan absurd ini. Selama 2 tahun blog ini seperti rumah tak bertuan, padahal ada nama pemiliknya. Mungkin sedikit penjelasan, selama 2 tahun saya mencari arti dari setiap tulisan saya. Seperti yang sudah kalian baca (memangnya banyak ya yang baca? Berharapnya sih begitu) postingan sebelumnya berbicara tentang satu topik, tentang perasaan sepihak saya. Tentang sosok yang menjadi alasan saya selalu menulis, dan ya setelah sosok itu berhenti menjadi alasan saya menulis, saya menjadi penulis dengan karya yang berantakan, sebut saja amatir akut. Dan, saya sampai pada satu titik, saya akan menulis untuk diri saya sendiri. Karena entah mengapa hanya melalui tulisan, segala topeng yang terpasang, tanggal dengan sendirinya. Saya tidak berharap banyak orang membaca tulisan saya, karena niat dari tulisan saya adalah membahagiakan