Edisi Klarifikasi (1)

Ini tulisan yang kesekian. Tapi mungkin edisi curhat yang terakhir. Curhat? Ah, sebenarnya tulisan selama ini tidak sepenuhnya curahan hati. Sedikit imajinasi, dicampur realiti, dibumbui oleh hati dan jadilah fiksi beraroma non fiksi, atau mungkin, kisah nyata yang kusulap jadi drama. Siapa yang tahu? Lebih tepatnya, siapa yang mau tahu.

Tulisan, kadang kala hanya sekedar permainan kata-kata. Disusun sedemikian rupa untuk menarik minat pembaca. Kemudian seringkali pembaca hanya bisa menangkap luka, padahal maksud yang diungkap adalah bahagia. Ya, tidak semua orang bisa bermain kata-kata, menebak maksud tersirat dari setiap aksara, mengeja rasa yang ada di dalamnya. Hingga yang dimengerti pembaca dengan apa yang dipahami si penulis kadang kontradiksi. Dan semua itu perlu klarifikasi.

Aku menulis edisi klarifikasi bukan berarti ingin mematahkan semua opini orang-orang yang pernah membaca tulisan ku. Entah itu tulisan di blog, status di sosial media, atau yang pernah membaca naskah cerita ku langusng. Dari semua tulisan itu setidaknya banyak dari mereka berkata bahwa aku sosok melankolis yang puitis dengan kisah yang dramatis. Mereka percaya bahwa semua tulisan ku tentang aku dan perasaanku. Mungkin, iya. Bisa jadi, tidak. Sebuah inspirasi tak hanya datang dari pengalaman pribadi, tapi juga kisah orang lain yang ia bagi. Ya, sesederhana itu.

Siapa yang tahu, saat aku menulis kata 'patah'  bahwa ternyata aku sedang melangkah jauh? Saat aku menulis kata 'kehilangan' bahwa sebenarnya aku sedang menemukan. Atau, saat aku menulis kegembiraan, ternyata aku sedang merayakan kesedihan sendirian. Saat aku berkata untuk meneguhkan cita, malah aku tersungkur putus asa. Saat aku sibuk menulis mungkin terkesan menggurui, percayalah itu hanya untuk mengajarkan diriku. Karena saat ini, aku tak pernah benar-benar tahu apa tulisan ku memang dibaca atau hanya sekedar nampang saja. Ya, siapa yang tahu saat aku berkata lanjutkan mimpi, ternyata aku sedang memusnahkan sebuah mimpi. Siapa yang tahu, dan siapa yang mau tahu?

Bukankah menulis hanya caraku untuk menyenangkan diri? Ya, benar. Jadi ketika orang lain berkata bahwa aku dan tulisan ku jauh berbeda, maka disanalah keteguhan itu diuji. Apa aku akan terus menulis, atau tenggelam dalam mimpi manis? Ya, pasti aku akan terus menulis. Hanya saja bukan lagi tentang kegalauan perasaan. Baiklah, tulisan sebelumnya cukuplah jadi tulisan yang kaya rasa. Emosi yang tersembunyi. Meski tulisan adalah cerminan dari yang menulis, perlu digarisbawahi bahwa tidak berarti itulah yang dirasakan oleh yang bersangkutan.

Tulisan selanjutnya agak berubah kisah. Bukan karena aku sebal dibilang tukang galau. Hanya ingin mencoba mengemas cerita berbeda. Biar saja orang berkata aku tukang galau, baperan, dan sejenisnya. Tak masalah, toh yang tahu aku sebenarnya bagaimana ya hanya aku. Orang lain hanya mencoba menebak dan memprediksi, kecuali mereka yang memang kenal dekat denganku. Ya, selalu ada pengecualian di dunia ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jika Besok Aku Mati~

Mempercayai atau Dipercaya?

Cinta Ala Zulaikha