Edisi Klarifikasi (2)

Bayangkan, sebuah gunung es di lautan. Kau hanya melihat puncaknya saja, kecil dan tak berbahaya. Namun, di dalamnya, dasar gunung es itu kokoh, besar dan tak bisa roboh begitu saja. Janganlah kita menjadi kapal yang sibuk memperhatikan puncak, hingga lupa kapal telah menabrak bongkahan es di dalamnya. Perlahan tapi pasti kapal mulai tenggelam. Itulah yang terjadi pada kita yang melihat sesuatu sepotong-potong. Kita tersesat, dan terperosok dalam.

Tulisan hanya sebuah peletakan sudut pandang. Aku, kamu, dia, mereka, kita, kami, dan kalian. Bisa bertukar posisi, bisa berganti peran dalam menyampaikan maksud tulisan. Hanya karena ada "aku" bukan berarti itu benar-benar aku. Bisa saja tentang kamu, dia, mereka, kalian. Ketik ada "kamu" jangan geer atau tersinggung, bisa jadi itu aku, kita, kami.

Ketika tulisan seolah-olah untuk satu orang, padahal itu untuk banyak orang. Ketika tulisan terbaca untuk banyak orang, tapi ternyata hanya untuk satu orang. Ketika tulisan seolah-olah membahas orang lain, padahal ia membahas dirinya sendiri. Begitu pula sebaliknya. Ya, tulisan itu terkadang seperti pedang bermata dua, melukai orang lain karena merasa dirinyalah (orang tersebut) yang ada dalam tulisan, padahal yang menulis sedang bercerita tentang lukanya yang tak kunjung sembuh hingga rasa sakit dibubuh dalam setiap tulisan.

Ketika tulisan berbicara tentang bijak, percayalah yang menulis pun seringkali salah pijak. Itu sebabnya, hanya karena seseorang menciptakan sebuah karya, bukan berarti ia sempurna. Yang menulis pun mesri banyak belajar, berkaca dan intropeksi diri. Entah tentang  tulisannya, atau esensinya sebagai penulis meski hanya penulis amatiran. Sejatinya setiap tulisan itu berharga, meski lahir dari sahaya.

Ya, tulisan itu tak selamanya untuk "kamu" karena masih ada "dia" dan aku tak ingin terlihat sebagai "aku" hingga menggunakan "kita" lalu menunjuk kita sebagai "mereka" dan berkata bahwa mereka adalah "kami" kemudian kami digubah menjadi "kalian". Semua dimodifikasi untuk menyembunyikan beberapa hal yang tak perlu dikonsumsi orang lain. Lebih tepatnya menghilangkan jejak 'maksud' yang sebenarnya. Jadi, hati-hatilah menilai kandungan rasa dalam aksara. Pergi bisa berarti kembali, dan hilang bisa jadi pulang. Aku bisa menulis dengan rasa, atau hanya bermain dengan kata. Kau tentukan saja aku yang mana. Yang pasti tak semua yang terlihat begitulah yang sebenarnya. Dan yang sebenarnya, tak selalu seperti yang terlihat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jika Besok Aku Mati~

Mempercayai atau Dipercaya?

Cinta Ala Zulaikha