Cerita Aku si Mahasiswi Psikologi
Assalamualaikum. Hallo everibadeh. Menyapa kalian lagi nih, but ini tulisan agak berbeda dari biasanya. Edisi curhatan, tapi bukan tentang perasaan. Curhatan tentang pengalaman suka dan duka jadi mahasiswi Psikologi. Mulai aja deh, gak usah banyak basa-basi, yuk simak. Cekidot.
Sekarang nin saya Semester 5, duh udah selesai kuliah semester 5nya nunggu ujian aja. Besok senin ujian tolong doakan biar lancar dipermudah, IPK naik. Duh banyak mintanya nih pemirsa. Yaps maklum semester tingkat akhir gitu. Selama 2 tahun 5 bulan ini banyak sekali yang saya alami. Saya sih mau bahas yang dukanya baru sukanya. Biar kayak pepatah berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian.
Duka jadi mahasiswa psikologi itu apa sih Nung? Oke dukanya pertama setiap kali orang tahu jurusan Psikologi mereka langsung bilang "bisa baca wajah dong?" "Bisa baca garis tangan?" "Baca karakter saya dong" dan sejenisnya. Ya kadang kita dibilang kayak dukun gitu ya bisa tahu segalanya. Padahal kita tahu karakter seseorang gak semata-mata simsalabim apalagi pakai jampi-jampi, banyak cara dan proses, bisa pakai tes kepribadian, observasi dan wawancara yang jelas ilmiah ya. Jadi kalau sekali lihat sih ya belum bisa kecuali jam terbangnya tinggi, dan itu bukan sekedar lihat wajah atau garis tangan, tapi dari tingkah laku, penampilan, bagaimana pembawaan, ya bahkan cara senyum orang kita harus tahu mana senyum palsu sama yang emang tulus (percayalah ini sulit banget).
Selain itu yang gak enak banget when orang bilang "berarti jadi Psikiater ya?". Come on. Psikolog dan Psikiater itu berbeda. Psikolog adalah orang yang mengambil S1 psikologi lalu mengambil S2 magister profesi jadilah Psikolog, nah kalau yang S2nya Psikologi tapi ambil sains bukan profesi, disebut ilmuwan psikologi. Nah Psikiater itu adalah orang yang mengambil S1 kedokteran umum, lalu ambil spesialis kejiwaan jadilah Psikiater. Emang sih Psikolog dan Psikiater sering bekerja berdampingan. But percayalah itu berbeda.
Ketiga yang gak enaknya adalah orang sering mikir kalau belajar Psikologi itu kita gak ada masalah padahal aslinya bisa dipastikan banyak yang rawat jalan. Nah saya dulu takut banget sampai termasuk fobia sama salah satu binatang dan ada trauma gitu lah, sampai disuruh konseling ke Psikolog dulu, but dengan memberanikan diri kucoba apa yang aku pelajari di Psikologi ini (yah aku menjadikan diri sebagai percobaan, kan bagus ya sebelum membantu orang kita haruslah tau apakah itu emang mempan, ya dicoba sama diri dulu) nah sekarang udah berani. Meski kontak langsung masih agak gimana gitu. Setelah belajar Psikologi ketahuan deh kita ini orang dengan banyak masalah yang masuk ke Psikologi untuk menyelesaikan masalah kita dan kalau ada kesempatan nanti bisa membantu orang lain menyelesaikan masalah mereka. Amiiinn (well, berubah dari saya ke aku, ini terjadi perubahan psikologis loh guys!)
Nah yang enaknya adalah Psikologi membuka wawasan dan sudut pandang kita menjadi luas seluas-luasnya. Dilarang keras early judgement, dan ketika mau memahami suatu masalah kita gak boleh pakai kaca mata kita sendiri, kita harus melihat dari sudut pandang mereka yang mengalami. "Empati" tingkat tinggi, dan belajar mengkondisikan hati dan wajah, jadi ya kita harus pintar-pintar bawa diri, ketika menghadapi klien harus gimana. Enaknya lagi banyak matkul keren di Psikologi ini, yang membuat kita terus-menerus mau mendalaminya, paling suka Psikologi Positif. Aduh ni kelas saking kerennya pecah banget deh. Dari matkul keren-keren itu kita bisa tahu apa yang kita alami dan gimana cara menyelesaikan, jadi ya kayak yang tadi rawat jalan, bisa konseling diri sendiri. Wkwkwk
Enaknya lagi yaa di sini kita tugasnya sering anti mainstream, kayak nonton film gitu. Dari film kartun sampai film berdarah-darah dan ya kita harus mengkaitkan sama Psikologi. Sejak masuk Psikologi saya benar-benar jadi suka merhatiin orang-orang di tempat umum, apalagi di sosial media sering lihat postingan orang gitu (mikir apa yang membuat mereka mosting gini, jadi gak sabar sama matkul Psikologi media sosial semester depan). Apalagi ada hot news ya ampun jadi mahasiswa psikologi harus up to date banget deh, kalau gak kelar hidup loe, gimana gak kelar ya, soal ujian diambil dari itu. Dari kasus kopi sianida, sampai penistaan agama masuk soal ujian. Sampai film terbaru yang masih tayang di bioskop jadi ujiannya. Kurang keren apa ya.
Dan satu lagi kita di sini harus punya mental baja, bayangin kerjaannya liatin film-film terus tugas yang bikin kurang tidur (keseringan buat review jurnal, paper, analisis kasus) dan mengahadapi orang berbagai macam tipe, bahkan ketika ada yang bilang "saya sudah membunuh 100 orang" kita harus biasa aja. Jadi setelah di Psikologi kita jadi gak ambil pusing sama orang yang suka bertingkah beda dari yang lain, kita sebut itu individual difference. Ya kita juga rada-rada unik semua deh, apalagi di kelas saya uh dari yang paling ricuh sampai paling diam ada, dari yang pakaiannya nyentrik sampai yang pakai warna yang sama setiap hari ada, bahkan ada saat di mana satu kelas kayak pakai baju yang sama warna atau motif padahal gak janjian (oke ini rada nganu). Mental bajanya juga harus dipakai waktu nyari subjek tes, lokasi dan sebagainya, jadi mesti PD banget dan punya kemampuan persuasif. Kira-kira saya sudah ada auranya gak ya? Hemm.
Intinya di Psikologi banyak sukanya ya. Apalagi ketika ada teman butuh tempat curhat, dan kita bisa bantu mereka meski hanya sebagai pendengar, setelah itu mereka merasa lega itu bahagianya tak terkira banget. Ah pokoknya saya sudah jatuh cinta sama ini jurusan. Semoga bisa berlanjut terus sampai jadi Psikolog yang benar-benar Psikolog. Terakhir sejak saya di Psikologi belajar kasus, dan berbagai masalah saya jadi lebih bersyukur bahwa yamg saya alami masih bisa saya tangani, hidup saya masih normal dan baik-baik saja. Saya bisa seperti ini sekarang, saya bisa survive dari ketakutan dan juga pengalaman yang tak menyenangkan di masa lalu. Sekarang saya harus bisa membantu orang menemukan dirinya kembali, bahwa dunia ini indah, kita hanya perlu sudut pandang yang tepat. 😊
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus