Aku Amatir



Aku ingin sedikit bercerita, ah bukan sedikit tapi panjang, cukup​ panjang tapi tenang saja tak sepanjang jalan kenangan. Saat aku kecil, aku ikut dengan Bapak yang ditugaskan di pelosok, setiap malam sebelum tidur ibu suka mendongeng, cerita bawang merah bawang putih (maaf bukan seperti cerita yang difilmkan di tv), Cilinaye (Tanjung menangis dan cipratan merah di daun Ketapang)  dan legenda Lombok Putri Mandalika. Yang paling sering diulang-ulang adalah bawang merah bawang putih, begitu berbekasnya cerita itu aku sampai menangis tersedu-sedu seperti orang yang tiba-tiba diserang demam tinggi, kadang aku tertawa setiap kali mengingat itu. Sejak saat itu aku suka dengan cerita-cerita, lalu ketika aku mulai bisa membaca ibu membelikanku buku legendaris Siksa Kubur dan Nikmat Surga, Kunci Ibadah, Kisah 25 Nabi dan Rasul. Lagi-lagi aku semakin suka membaca cerita. Setiap ada Bazaar buku kecil-kecilan yang datang ke SD aku membeli, buku dongeng mancanegara (dari sini aku tahu mitologi Yunani dan Romawi juga Cinderella serta teman-temannya) dan legenda Nusantara tentang asal-usul danau Toba hingga si anak durhaka yang dikutuk jadi batu.

Aku menulis buku harian sejak SD, mungkin karena terlalu sering melihat bapakku menulis aku ikut-ikutan (tentu saja bapak bukan menulis buku harian). Aku menemukan sebuah buku tentang kepribadian di meja bapakku, aku membacanya. Ada tulisan Psikologi, saat itu aku tidak tahu apa-apa. Aku hanya suka saja, buku tua dengan cover berwarna biru muda. Aku hanya membaca beberapa halaman, karena ayolah waktu itu aku masih SD tidak kuat otakku menampung isi buku itu. Aku membaca pada halaman yang membahas tentang bentuk tubuh dan kepribadian (Sheldon) dan kepribadian berdasarkan status kita dalam keluarga (misalnya anak bungsu, anak sulung, anak tiri dll). Aku waktu itu senang sekali mencocokkan orang di sekitarku dengan apa yang tertulis di buku itu (ketika aku SMA aku baru menemukan lagi buku itu dan aku seperti mengalami jatuh cinta kedua kalinya pada hal yang sama, hingga membuatku berubah haluan dari IPA ke IPS).

Nah, setelah buku berat itu. Aku tak sengaja membaca sebuah novel milik Kakak ketigaku yang dia bawa pulang dari pondok, aku membacanya diam-diam. Rahasia Bintang, penulisnya adalah penulis dari Dealova. Sejak saat itu aku mulai senang mengarang cerita. Tapi hanya dalam imajinasiku. Lalu ketika kakak keduaku menikah aku sering membaca novel-novel islami kepunyaan kakak iparku, penulisnya adalah mbak Afifah Afra yang memperkenalkanku​ dengan Mas Elang dan Marabunta serta tokoh lainnya. Bahkan dari novelnya mbak Afifah Afra aku menemukan keinginan untuk memakai jilbab, meskipun waktu itu masih sekedar berjilbab dan masih memakai jins dan pakaian ketat, ya waktu itu masih SMP jadi menurut teori Psikologi masa itu wajar ketika seorang remaja agak alay senang jadi pusat perhatian merasa banyak yang memperhatikan. Wkwkwk

Waktu SMP aku juga mulai berkenalan dengan dunia maya, dari sinilah aku mulai menulis cerita fiktif. Aku terlalu banyak mengkonsumsi cerpen dan cerbung icil ( tokoh idola cilik). Aku mulai menulis puisi, sok-sok gitu. Dan waktu SMA juga mulai lebih mendalami meski tak terarah. Hanya sekedar hobi, ingin punya buku sendiri tapi kemauan datang pergi. Selama itu aku selalu berandai-andai kapan bukuku terbit? Bahkan aku hanya beberapa kali memenangkan lomba, itupun hanya di sekolah. Aku senang menulis cerita tentang temanku dan curhatanku. Itu saja.

Aku berkeinginan saat kuliah aku sudah punya buku terbit. Saat SMA ini aku mulai mengenal sang penulis keren, Tere Liye, aku bahkan datang ke meet and greatnya. Saat itu bang Tere bilang, setiap karya itu istimewa, jangan karena kita merasa bahwa karya kita jelek lalu kita buang, karena bisa jadi bagi orang lain karya kita bagus. Saat SMA aku merasakan rasanya dapat uang dari tulisan, aku menulis berita mengenai suatu wilayah, setiap kali aku memasukkan tulisanku aku akan mendapatkan uang 75 ribu per berita, sebulan aku memasukkan 3 kadang 2 berita, menambah uang sakuku. Aku mulai menikmati, dan memikirkan untuk menekuni menulis sebagai pekerjaanku nanti, bahkan aku sempat mau masuk sastra. Tapi akhirnya aku kembali pada keinginanku menjadi Psikolog.

Awal-awal kuliah aku mencoba menulis lagi, tapi ya begitu banyak cerita yang kubuat tapi tak selesai semua. Cerita-cerita itu saking banyaknya membuatku kesal dan bingung yang mana harus aku rampungkan. Sampai hampir 2 tahun aku di sini, aku merenung apa aku akan terus seperti ini? Aku juga sebenarnya tak punya keberanian untuk ikut lomba dan juga mengirimkan tulisan ke penerbit. Hingga entah dari mana tiba-tiba saja aku merasa tergerak untuk melakukannya. Aku mengikuti event banyak sekali, setengahnya ditolak setengahnya lagi diterima dan dibukukan. Aku tak berharap sebenarnya, karena ya sadar diri, karyaku belum bagus. Dan dari semua karya, salah satunya aku mendapat juara 7 Nasional (ini ada bait puisi tentang Agen Neptunus) hahah. Sisanya menjadi kontributor atau penulis terpilih. Aku pernah menjadi 10 penulis yang beruntung, 30 penulis yang beruntung, 100 penulis beruntung, 114 penulis beruntung, 55 penulis beruntung, 50 penulis beruntung. Meski pemakaian kata yang digunakan sebenarnya terbaik, tapi aku pakai kata beruntung saja. Ya aku hanya beruntung saja. Semua memiliki kesempatan yang sama, jika yang lain ikut pasti bisa dan mungkin lebih baik dariku.

Aku lelah menunggu pengumuman dan kapan buku itu datang. Akhirnya aku memberanikan diri untuk menerbitkan buku soloku (hanya aku yang menulisnya), dan mau tahu sebuah rahasia? Bukuku yang akan terbit itu adalah tulisan-tulisan lamaku, hanya beberapa yang baru kutulis sebagai pelengkap saja. Dan bukuku itu pun tak terbit di penerbit besar (aku masih belum berani, dan aku takut penolakan, aku juga bukan tipe orang yang sabar menunggu kepastian) jadi aku memutuskan untuk ke penerbit indie, yang sesuai kantongku, berbekal voucher penerbitan yang kudapat dari menjadi penulis terpilih dan ikut promo penerbitan buku, dua bukuku akan segera terbit. Aku tahu, tulisanku buka sebuah mahakarya, seperti Delisanya bang Tere, Elangnya mbak Afra, tapi bukankah pekerjaan yang bagus adalah pekerjaan yang selesai? Dan kita harus memulai sesuatu sekalipun tak sempurna, karena kalau kita menunggu sempurna kapan bisa dimulai? Aku merenungkannya, kalau aku tak menuntaskan tulisan usang dan melemparkannya, siapa yang tahu ceritaku? Aku ingat saking takutnya aku dengan ejekan bahwa tulisanku tak layak, aku menyembunyikan, ibuku ingin membacanya tapi aku tak memberikannya, ibuku membacanya diam-diam. Aku saat itu sadar dan punya keinginan suatu saat nanti akan memberikan ibuku tulisanku yang sudah terbit.

Aku hanya seorang amatir, karyaku mungkin banyak salah sana sini. Tapi aku memberanikan diri, sekedar untuk menaikkan kepercayaan diriku. Saat aku bilang pada ibuku bahwa bukuku akan segera terbit, aku menangis, aku tak menyangka aku yang dulu menyembunyikan tulisannya bisa melangkah sejauh ini. Aku berkata pada ibuku, bahwa aku takut tak ada yang mau membaca tulisanku, ibuku menguhkan hatiku bahwa pasti ada, ya setidaknya aku sudah punya pembaca setia, ya ibuku. Aku tak berharap karyaku langsung meledak, aku tahu batas kemampuanku. Kalau banyak yang suka, aku tetap menganggap itu keberuntunganku, karena sekali lagi aku hanya seorang penulis amatir yang mencoba mengungakap getir dari setiapa kata yang terukir. Hanya amatir.

Tapi setidaknya aku sudah menuntuskan deadline-ku, dan berhasil mewujudkan resolusiku tahun ini yaotu memiliki sebuah buku terbit sendiri. Sekaligus aku bisa membawa buku itu pulang nanti sebagai oleh-oleh untuk ibu dan bapakku. :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jika Besok Aku Mati~

Mempercayai atau Dipercaya?

Cinta Ala Zulaikha